Monday 28 May 2018

Penghasilan Komprehensif Lain

Melek Akuntansi. Sejak diberlakukan SAK konvergensi IFRS, istilah laporan laba rugi berubah menjadi laporan laba rugi komprehensif. Ada penambahan unsur penghasilan komprehensif lain pada laporan laba rugi. 

Apa yang dimaksud dengan penghasilan komprehesif lain ?



Penghasilan komprehensif lain (other comprensif income - OCI) adalah pos - pos pendapatan dan beban yang tidak diakui dalam laba rugi sebagaimana diatur dalam SAK. 

Dapat diartikan penghasilan komprehensif lain adalah pendapatan dan beban yang belum direalisasi.

Terdapat lima komponen penghasilan komprehensif lain yaitu :
  1. Perubahan dalam surplus revaluasi aset tetap dan aset tak berwujud, karena entitas menggunakan metode revaluasi untuk satu atau lebih, kelompok aset tetapnya dan aset tak berwujud sebagaimana diatur dalam PSAK 16 Aset Tetap dan PSAK 19 Aset Tak Berwujud.
  2. Keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti, sebagaimana diatur dalam PSAK 24 Imbalan Kerja.
  3. Keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan, sebagaimana diatur dalam PSAK 10 Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing.
  4. Keuntungan dan kerugian pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai tersedia untuk dijual, sebagaimana diatur dalam PSAK 55 Instrumen Keuangan : Pengukuran dan Pengakuan. 
  5. Bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung arus kas, sebagaimana diatur dalam PSAK 55 Instrumen Keuangan  : Pengukuran dan Pengakuan.
Penghasilan komprhensif lain yang disajikan adalah penambahan dan pengurangan komponen penghasilan komprehensif lain selama periode pelaporan. Sedangkan saldo akhir dari pendpaatan komprehensif lain disajikan dalam laporan posisi keuangan.

Entitas dapat menyajikan komponen pendapatan komprehensif lain :
  1. jumlah neto dari dampak pajak terkait
  2. jumlah sebelum dampak pajak terkait disertai dengan total pajak penghasilan yang terkait dengan komponen tersebut.
Penghasilan komprehensif lain menyajikan pos-pos untuk jumlah penghasilan komprehensif lain dalam periode tahun berjalan, diklasifikasikan berdasarkan sifat dan dikelompokkan sesuai dengan SAK yang mengatur mengenai kondisi pendapatan komprehensif lain :
  1. tidak akan direklasifikasikan lebih lanjut ke laba rugi; dan
  2. akan direkalsifikasikan lebih lanjut ke laba rugi ketika kondisi tertentu dipenuhi.
Pos yang akan direklasifiaksi ke laba rugi adalah :
  • selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan dalam valuta asing
  • aset keuangan tersedia untuk dijual
  • lindung nilai arus kas
Pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi adalah :
  • keuntungan revaluasi aset
  • pengukuran kembali program pensiun imbalan pasti
  • bagian pendapatan komprehensif lain dari entitas asosiasi
Pada laporan laba rugi komprehensif, komponen penghasilan komprehsif lain disajikan setelah komponen laba tahun berjalan. 

Berikut ini contoh penyajian komponen penghasilan komprehensif lain pada laporan laba rugi komprehensif PT. PERTAMINA.





Materialitas dalam Akuntansi

Melek Akuntansi. Dalam akuntansi suatu informasi dikatakan material adalah jika kelalaian atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan. Materialitas sangat tergantung pada besar kecilnya suatu pos atau kesalahan dalam mencantumkan atau mencatat suatu informasi. Oleh karena itu materialitas merupakan ambang batas minimum suatu karakteristik kualitatif pokok harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.


Tidak ada standar khusus yang mengatur berapa besar tingkat materialitas dalam akuntansi, sebab masing-masing perusahaan memiliki volume transaksi yang berbeda-beda. Perusahaan A yang memiliki aset Rp 1 triliun pasti memiliki ambang batas materialitasnya yang lebih tinggi dari perusahaan B yang hanya memiliki aset Rp 100 miliar.

Lihat juga4 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Pertimbangan profesional seorang akuntan sangat mempengaruhi tingkat meterialitas. Pertimbangan yang digunakan bersifat kuantitatif dan kualitatif. 

Beberapa pertimbangan kuantitatif yang digunakan :
  • 5% - 10% dari laba sebelum pajak.
  • 0,5% - 1% dari total aset.
  • 1% dari liabilitas
  • 0,5% - 1% dari pendapatan bruto.
Contoh : Laba sebelum pajak Rp 100 juta, ditentukan tingkat materialitas 5%-10% dari laba sebelum pajak. Maka ambang batas materilitas adalah Rp 5 juta - Rp 10 juta. Laporan keuangan dianggap salah saji materilitas jika terdapat salah saji informsi dikisaran Rp5 juta, jika lebih kecil maka dianggap tidak material. 

Beberapa pertimbangan kualitatif diantaranya :
  • Indikasi adanya kecurangan
  • SOP yang diberlakukan
  • Perbuatan melanggar hukum
  • Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.
Pada entitas syariah, bagi hasil yang didistribusikan ke pemilik dana (shahibul maal) harus mencerminkan jumlah yang sebenarnya tanpa mempertimbangkan pelaksanaan konsep materialitas.

Thursday 24 May 2018

4 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Melek Akuntansi. Agar berguna bagi pemakainya dalam pengambilan keputusan, laporan keuangan harus memenuhi 4 karakteristik kualitatif, yakni (1) dapat dipahami (understandability), (2) relevan (relevance), (3) keandalan (realibility), dan (4) dapat dibandingkan (comparability).

Laporan keuangan yang tidak memenuhi kualifikasi empat karakteristik tersebut dapat dikatakan tidak memiliki nilai manfaat bagi pemakainya. Oleh karena itu, pemenuhan karakteristik kualitatif tersebut menjadi hal penting dalam penyusunan laporan keuangan suatu entitas. 

1. Dapat Dipahami (Understandability)

Suatu informasi akan bermanfaat jika dapat dipahami oleh penggunanya. Laporan keuangan disusun atas dasar kemudahan untuk segera dipahami oleh pengguna. Laporan keuangan tidak akan bermanfaat jika tidak dapat dipahami oleh pengguna. Oleh karena itu laporan keuangan disusun sesederhana mungkin agar dapat dipahami oleh khalayak umum, tentunya tanpa mengorbankan esensi dari informasi yang semestinya disajikan.

Untuk dapat memahami laporan keuangan dengan baik, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis serta asumsi dan konsep yang mendasari penyusunan laporan keuangan.

2. Relevan (Relevance)

Laporan keuangan dikatakan relevan jika dapat mempengaruhi pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Artinya, informasi yang disajikan pada laporan keuangan dapat membantu pengguna dalam mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan.

Lihat jugaAsumsi Dasar Penyusunan Laporan Keuangan

Jika pengguna adalah investor, maka laporan keuangan dapat membantunya dalam pengambilan keputusan apakah akan melanjutkan atau menghentikan investasinya pada suatu entitas. 

Suatu informasi apakah relevan atau tidak untuk disajikan pada laporan keuangan, sangat tergantung pada tingkat materialitasnya. Apa itu materealitas ? akan dibahas pada postingan berikutnya.

3. Keandalan (Realibility)

Arti andal adalah jika informasi pada laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan, dan kesalahan yang signifikan/material. Informasi yang disajikan sesuai dengan bukti transaksi yang terjadi, tidak dimanipulasi dan diada-adakan. 

Agar laporan keuangan dapat diandalkan hendaknya memenuhi kriteria berikut:
  • penyajian jujur (faithful representation), disajikan sesuai dengan kejadian transaksi.
  • substansi mengungguli bentuk (subtance over form), yang diutamakan substansi transaski bukan bentuk hukumnya.
  • netralitas (neutrality), disajikan untuk kebutuhan umum bukan kebutuhan pihak tertentu.
  • pertimbangan sehat (prudence), hati-hati melakukan prakiraan dalam kondisi tidakpasti.
  • kelengkapan (completeness), lengkap dalam batasan materialitas dan biaya.

4. Dapat Dibandingkan (Comparability)

Laporan keuangan yang disajikan harus dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya atau dengan entitas yang sejenis. Tujuanya adalah agar pengguna mendapatkan gambaran tentang perkembangan atau tren keuangan suatu entitas. Makanya laporan keuangan selalu disajikan komparable dengan tahun sebelumnya. 

Untuk mencapai tujuan ini, entitas harus menerapkan kebijakan akuntansi yang konsisten dari satu periode ke periode berikutnya, dan jika ada perubahan kebijakan yang disebabkan standar yang berubah, maka harus diungkapkan. 

Asumsi Dasar dalam Penyusunan Laporan Keuangan

Melek Akuntansi. Dalam penyusunan laporan keuangan tidak terlepas dari asumsi-asumsi yang digunakan. Kenapa harus menggunakan asumsi ? karena adanya ketidakpastian pada beberapa transaksi keuangan. Oleh karena itu dibutuhkan asumsi agar laporan keuangan dapat terbentuk dan bisa digunakan dalam pengambilan keputusan.


Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) yang dikeluarkan oleh IAI, dijelaskan bahwa terdapat dua asumsi yang mendasari penyusunan laporan keuangan, yaitu dasar akrual (accrual basic) dan kelangsungan usaha (going concern).

Dasar Akrual

Dasar akrual bermakna suatu transaksi atau kejadian dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya dan berdampak atas sumber daya (aset) dan kewajiban suatu entitas, bukan semata-mata berdasarkan pengeluaran atau penerimaan kas dan setara kas. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual akan menyajikan informasi keuangan masa lalu (kas yang telah diterima) dan informasi masa depan (kas yang diterima, piutang/hutang).

Contoh : 
  • Pembelian kredit harus dicatat pada saat barang diterima, bukan pada saat pelunasan. 
  • Beban listrik pada akhir periode langsung diakui sebagai beban dan hutang beban, meski belum dibayarkan.
  • Penjualan kredit harus segera diakui sebagai penjualan dan piutang pada saat barang diserahkan, meski kas baru diterima dikemudian hari.
Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual akan membuat neraca dan laba rugi menjadi lebih akurat, sebab seluruh transaksi dapat digambarkan.

Lawan dari dasar akrual adalah dasar kas (cash basis), dimana suatu transaksi dicatat berdasarkan aliran kas yang diterima atau dikeluarkan, bukan berdasarkan kejadian transaksi semata. 

Ada beberapa transaksi yang harus menggunakan dasar kas, dan tidak diperkenankan menggunakan dasar akrual, diantaranya adalah 
  • Dalam penyusunan arus kas, dimana harus berdasarkan dasar kas (cash basis). Sebab arus kas harus menggambarkan posisi kas dan setara kas secara riil pada periode tertentu.
  • Selain itu juga dalam pembagian bagi hasil kepada pemilik dana (DPK) pada entitas syariah juga harus berdasarkan pendapatan yang kas nya telah diterima, tidak diperkenankan bagi hasil dari pendapatan akrual.
Kelangsungan Usaha

Kelangsungan usaha menunjukan dalam penyusunan laporan keuangan, dalam keadaan normal entitas harus diasumsikan akan beroperasi dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Kecuali jika ada rencana entitas akan dilikuidasi atau ada indikasi entitas tidak akan bertahan lama, seperti kerugian yang cukup besar, maka asumsi kelangsungan usaha tidak berlaku.

Penerapan asumsi kelangsungan usaha dalam penyajian laporan keuangan agar laporan keuangan tidak menyesatkan pengguna informasi. 

Contoh penerapan asumsi kelangsungan usaha adalah dalam pengakuan aset tetap, dimana harga perolehan aset dikapitalisasi dan diakui sebagai aset tetap sebesar biaya historis dan disusutkan selama umur ekonomis.