Tuesday 12 June 2018

PSAK 112 Akuntansi Wakaf

PSAK 112 masih berbentuk Draft Eksposur (DE), disetujui oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah (DAS) - IAI pada 22 Mei 2018 dan saat ini masih dalam proses permintaan tanggapan dari berbagai kalangan. 

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 112: Akuntansi Wakaf terdiri atas paragraf 01-57.  Seluruh paragraf dalam Pernyataan ini memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. Pernyataan ini harus dibaca dalam konteks Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan pada unsur yang tidak material.


PENDAHULUAN

Tujuan
 
01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi wakaf.
 
Ruang Lingkup
 
02. Pernyataan ini diterapkan pada transaksi wakaf yang dilakukan oleh:
a.  Nazhir organisasi dan badan hukum;
b.  Wakif organisasi dan badan hukum. 

03. Transaksi, dan peristiwa lain, terkait wakaf yang dimaksud dalam Pernyataan ini meliputi penerimaan, pengelolaan, dan pengembangan aset wakaf, serta penyaluran manfaat dari aset wakaf yang dilakukan oleh nazhir, dan penyerahan aset wakaf yang dilakukan oleh wakif.

04. Pernyataan ini diterapkan pada transaksi, dan peristiwa lain, terkait wakaf yang dilakukan oleh nazhir dan wakif berbentuk organisasi dan badan hukum. Pernyataan ini tidak berlaku pada nazhir dan wakif perseorangan.

05. Aset wakaf dapat dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu. Aset wakaf yang dimanfaatkan untuk jangka waktu tertentu (wakaf temporer) yang diatur dalam Pernyataan ini adalah wakaf uang.

06. Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian laporan keuangan untuk tujuan khusus (statutory), misalnya untuk regulator atau otoritas wakaf.

Definisi

07. Berikut ini pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
 
Aset wakaf adalah harta benda wakaf baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak.

Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. 

Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak wakif yang dituangkan dalam akta ikrar wakaf.

Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
 
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.

Karakteristik
 
Unsur wakaf
 
08. Unsur dari wakaf meliputi wakif, nazhir, aset wakaf, ikrar wakaf, peruntukan aset wakaf, dan jangka waktu wakaf.

09. Wakif dan nazhir meliputi wakif dan nazhir perseorangan, organisasi, dan badan hukum.
 
10. Aset yang diwakafkan melalui ikrar wakaf yang akan dituangkan dalam akta ikrar wakaf tidak dapat dibatalkan.

11. Aset yang diwakafkan dapat diklasifikasikan menjadi:
a.  Aset tidak bergerak, seperti hak atas tanah, bangunan atau bagian bangunan di atas tanah, tanaman dan benda lain terkait tanah, hak milik satuan rumah susun, dan lainnya.
b.  Aset bergerak, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan lainnya. 

12. Aset wakaf harus dikelola dan dikembangkan oleh nazhir sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya. 

13. Aset wakaf tidak dapat dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan melalui pengalihan hak lainnya, kecuali digunakan untuk kepentingan sesuai rencana umum tata ruang.

 Tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf

14. Tujuan dari wakaf adalah untuk memanfaatkan aset wakaf sesuai dengan fungsinya.
 
15. Fungsi dari wakaf adalah untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis aset tersebut untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum.
 
16. Wakaf diperuntukan untuk:
a  sarana dan kegiatan ibadah;
b. sarana dan kegiatan pendidikan dan kesehatan;
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan
e. kemajuan kesejahteraan umum lain.

AKUNTANSI NAZHIR

Pengakuan

17. Nazhir mengakui aset wakaf dalam laporan keuangan ketika memiliki kendali secara hukum dan fisik atas aset wakaf tersebut. 

18. Syarat pengakuan aset wakaf dalam laporan keuangan ketika terjadi pengalihan kendali dari wakif kepada nazhir dengan terpenuhinya kedua kondisi berikut:
a.  Telah terjadi pengalihan kendali atas aset wakaf secara hukum; dan
b.  Telah terjadi pengalihan kendali atas manfaat ekonomis dari aset wakaf.
 
19. Kondisi di paragraf 18 pada umumnya akan dapat terpenuhi pada saat terjadi akta ikrar wakaf – yaitu terjadi pengalihan kendali aset wakaf secara hukum – yang disertai dengan pengalihan kendali fisik atas aset wakaf, dari wakif kepada nazhir. Kendali atas aset wakaf secara hukum juga dapat terpenuhi, misalnya, ketika wakif mentransfer dana langsung ke rekening nazhir melalui lembaga keuangan.
 
20. Dalam suatu kondisi tertentu, nazhir mungkin telah menerima suatu aset dan memperoleh manfaat ekonomisnya tetapi aset tersebut belum dialihkan secara hukum sebagai aset wakaf. Misalnya, seseorang secara lisan mewakafkan tanah kepada nazhir dan telah menyerahkan tanah tersebut untuk digunakan sesuai peruntukannya, tetapi belum dibuat akta ikrar wakaf. Tanah tersebut belum dapat diakui sebagai aset wakaf dalam laporan keuangan. Nazhir baru akan mengakui tanah sebagai aset wakaf dalam laporan keuangan pada saat dilakukan akta ikrar wakaf.
 
21. Nazhir perlu mengidentifikasi jenis dari aset wakaf berdasarkan manfaatnya yang akan diakui dalam laporan keuangan. Beberapa manfaat dari aset wakaf melekat pada aset wakaf tersebut, seperti tanah dan bangunan, sehingga tidak memerlukan identifikasi yang mendalam. Beberapa aset wakaf yang lain memerlukan identifikasi yang mendalam untuk menentukan jenis aset wakaf. Misalnya, wakaf atas hasil panen dari kebun kelapa sawit yang dikelola oleh wakif untuk periode waktu tertentu. Dalam kasus ini, jenis aset wakaf yang diakui adalah hasil panen dari kebun sawit selama periode waktu tertentu, bukan dalam bentuk kebun sawit. 

22. Jika nazhir menerima wasiat wakaf, maka nazhir tidak mengakui aset yang akan diwakafkan di masa mendatang dalam laporan keuangan.
 
23. Wasiat wakaf tidak memeniuhi kriteria pengakuan aset wakaf yang diatur di paragraf 18, walaupun pihak yang memberi wasiat telah memiliki aset yang akan diwakafkan. Misalnya, seseorang berwasiat kepada nazhir akan mewakafkan hartanya saat meninggal. Nazhir tidak mengakui aset wakaf pada saat menerima wasiat wakaf. Nazhir baru akan mengakui aset wakaf pada saat pihak yang berwasiat meninggal dunia dan menerima aset yang diwakafkan.
 
24. Jika nazhir menerima janji (wa’d)untuk berwakaf, maka nazhir tidak mengakui aset yang akan diwakafkan di masa mendatang dalam laporan keuangan.
 
25. Janji untuk berwakaf tidak memenuhi kriteria pengakuan aset wakaf yang diatur di paragraf 18, walaupun dalam bentuk janji tertulis. Misalnya, seseorang berjanji kepada nazhir akan mewakafkan sebagian manfaat polis asuransi di masa mendatang. Nazhir tidak mengakui aset wakaf pada saat menerima janji tersebut, karena aset yang akan diwakafkan belum menjadi milik dari pihak yang berjanji. Nazhir baru akan mengakui aset wakaf pada saat terjadi klaim asuransi dan menerima kas dan setara kas dari perusahaan asuransi atas pembayaran sebagian manfaat polis asuransi.

Aset wakaf temporer

26. Nazhir mengakui aset wakaf dengan jangka waktu tertentu (aset wakaf temporer) diakui sebagai liabilitas.

27. Aset wakaf temporer adalah aset wakaf dalam bentuk kas yang diserahkan oleh wakif kepada nazhir untuk dikelola dan dikembangkan dalam jangka waktu tertentu. Hasil pengelolaan dan pengembangan dari aset wakaf temporer selama jangka waktu tertentu akan diperuntukan untuk mauquf alaih. Setelah jangka waktu tertentu, aset wakaf berupa kas akan dikembalikan kepada wakif.

28. Penerimaan aset wakaf temporer dalam bentuk kas bukan merupakan penghasilan, tetapi merupakan liabilitas, disebabkan aset tersebut wajib dikembalikan oleh nazhir ke wakif di masa mendatang. Aset wakaf yang diakui sebagai penghasilan oleh nazhir adalah manfaat yang dihasilkan oleh aset wakaf tersebut di masa mendatang berupa imbal hasil. Misalnya, wakif mewakafkan uang sejumlah Rp1.000 selama satu tahun ke nazhir. Imbal hasil dari dana tersebut selama satu tahun adalah Rp100. Nazhir mengakui Rp1.000 sebagai liabilitas dan Rp100 sebagai penghasilan berupa penerimaan wakaf temporer.  

Hasil pengelolaan dan pengembangan
 
29. Nazhir mengakui hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf sebagai tambahan aset wakaf.

30. Hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf merupakan tambahan manfaat ekonomis dalam bentuk tambahan aset yang bersumber dari aset wakaf yang ada. Hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf merupakan tambahan atas aset wakaf yang ada.

31. Hasil neto dari pengelolaan dan pengembangan aset wakaf berupa berbagai macam penghasilan, seperti imbal hasil, dividen, dan bentuk penghasilan lainnya, setelah dikurangi beban yang terkait.

32. Hasil neto dari pengelolaan dan pengembangan aset wakaf termasuk selisih pelepasan aset yang bersumber dari aset wakaf awal. Misalnya, nazhir menerima wakaf berupa 1.000 lembar saham. Sebagian dividen dari saham tersebut kemudian digunakan untuk memperoleh 100 lembar saham. Saat pelepasan 100 lembar diperoleh keuntungan sebesar Rp200, maka Rp200 tersebut merupakan bagian dari hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf. 

33. Hasil neto dari pengelolaan dan pengembangan aset wakaf tidak termasuk:
a.  Hasil pengukuran ulang atas aset wakaf. Misalnya, nazhir menerima aset wakaf berupa tanah seharga Rp10.000. Tanah tersebut kemudian diukur pada nilai wajar menjadi Rp15.000. Selisih Rp5.000 bukan merupakan bagian dari hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf.
b.  Selisih dari pelepasan aset wakaf. Misalnya, nazhir menerima aset wakaf berupa logam mulia seharga Rp1.000 yang diperuntukan untuk kegiatan pendidikan. Kemudian nazhir menjual logam mulia tersebut seharga Rp1.200, maka Rp1.200 tersebut seluruhnya merupakan penghasilan penerimaan wakaf.
 
Imbalan nazhir

34. Dasar penentuan imbalan untuk nazhir adalah hasil neto dari pengelolaan dan pengembangan aset wakaf yang telah direalisasikan dalam bentuk kas dan setara kas di periode berjalan.
 
35. Hasil neto yang telah direalisasikan tersebut meliputi:
a.  Hasil neto pengelolaan dan pengembangan aset wakaf di periode berjalan;
b.  Penyesuaian terhadap hasil neto pengelolaan dan pengembangan aset wakaf periode berjalan yang kas dan setara kasnya belum diterima di periode berjalan;
c.  Penyesuaian terhadap hasil neto pengelolaan dan pengembangan aset wakaf periode lalu yang kas dan setara kasnya diterima di periode berjalan.

Manfaat wakaf

36. Nazhir mengakui penyaluran manfaat wakaf kepada mauquf alaih sebagai beban pengurang aset wakaf.

37. Penyaluran manfaaf wakaf terjadi ketika manfaat wakaf diterima oleh mauquf alaihsebagaimana yang tertuang dalam akta ikrar wakaf yang bersangkutan. Dalam hal nazhir menyerahkan manfaat wakaf kepada pihak lain untuk disampaikan kepada mauquf alaih, maka dianggap belum melakukan penyaluran manfaat wakaf. Penyaluran manfaat wakaf terjadi ketika pihak lain tersebut telah menyerahkan manfaat wakaf kepada mauquf alaih yang tertuang dalam akta ikrar wakaf.
 
38. Sebagai ilustrasi, pada 28 Desember 2018 Nazhir A menyerahkan Rp1.000 kepada Lembaga Amil B untuk disalurkan ke mauquf alaih. Lembaga Amil B menyalurkan ke mauquf alaihselama Januari 2019 dan memberikan pertanggungjawaban kepada Nazhir A di Februari 2019. Di dalam laporan keuangan Nazhir A periode tahun 2018 hal tersebut tidak diakui sebagai penyaluran wakaf.
 
39. Manfaat wakaf yang disalurkan kepada mauquf alaih dapat berupa kas, setara kas, aset lainnya, dan manfaat ekonomis lain yang melekat pada aset wakaf, seperti penyusutan dan amortisasi dari aset wakaf.

Pengukuran
 
40. Pada saat pengakuan awal, aset wakaf diukur sebagai berikut:
a.  Aset wakaf berupa uang diukur pada nilai nominal.
b.  Aset wakaf selain uang diukur pada nilai wajar.

 
41. Aset wakaf selain uang diukur pada nilai wajar saat pengakuan awal. Namun, dalam beberapa kondisi, ketika nilai wajarnya tidak dapat diukur secara andal, maka aset wakaf tersebut tidak diakui dalam laporan keuangan. Aset wakaf tersebut harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. 

42. Jika kemudian nilai wajar aset wakaf tersebut dapat ditentukan secara andal, maka aset wakaf tersebut diakui dalam laporan keuangan. Laporan keuangan periode sebelumnya tidak disesuaikan dengan adanya pengakuan aset wakaf tersebut.
 
43. Aset wakaf berupa logam mulia selanjutnya diukur pada nilai wajar dan perubahannya diakui sebagai dampak pengukuran ulang aset wakaf.
 
44. Aset wakaf berupa logam mulia harus diukur pada nilai wajar tanggal pengukuran. Jika terjadi kenaikan atau penurunan nilai wajar, maka diakui sebagai dampak pengukuran ulang aset wakaf.
 
Penyajian
 
45. Nazhir menyajikan aset wakaf temporer yang diterima sebagai liabilitas.
 
Pengungkapan

46. Nazhir mengungkapkan hal-hal berikut terkait wakaf, tetapi tidak terbatas pada:
a.  Kebijakan akuntansi yang diterapkan pada penerimaan, pengelolaan, dan penyaluran wakaf;
b.  Penjelasan mengenai wakif yang signifikan secara individual;
c.  Penjelasan mengenai strategi pengelolaan dan pengembangan aset wakaf;
d.  Penjelasan mengenai peruntukan aset wakaf;
e.  Jumlah imbalan nazhir dan persentasenya dari hasil neto pengelolaan dan pengembangan aset wakaf, dan jika terjadi perubahan di periode berjalan, dijelaskan alasan perubahannya; 
f.  Rincian aset neto meliputi aset wakaf awal, aset wakaf yang bersumber dari pengelolaan dan pengembangan aset wakaf awal, dan hasil neto pengelolaan dan pengembangan aset wakaf;
g.  Rekonsiliasi untuk menentukan dasar perhitungan imbalan nazhir meliputi:
i.  Hasil neto pengelolaan dan pengembangan wakaf periode berjalan;
ii.  Hasil neto pengelolaan dan pengembangan wakaf periode berjalan yang belum terealisasi dalam kas dan setara kas pada periode berjalan;
iii.  Hasil neto pengelolaan dan pengembangan wakaf periode lalu yang terealisasi dalam kas dan setara kas pada periode berjalan;
h.  Jika ada wakaf temporer, penjelasan mengenai fakta tersebut, jumlah, dan wakif;
i.  Jika ada wakaf melalui uang, penjelasan mengenai wakaf melalui uang yang belum direalisasi menjadi aset wakaf yang dimaksud;
j.  Jika ada aset wakaf yang ditukar dengan aset wakaf lain, penjelasan mengenai hal tersebut termasuk jenis aset yang ditukar dan aset pengganti, alasan, dan dasar hukum;
k  Jika ada hubungan pihak berelasi antara wakif, nazhir, dan/atau mauquf alaih, maka diungkapkan:
i.  Sifat hubungan;
ii.  Jumlah dan jenis aset wakaf permanen dan/atau temporer;
iii.  Persentase penyaluran manfaat wakaf dari total penyaluran manfaat wakaf selama periode berjalan.

Kebijakan Akuntansi Lain

47. Kebijakan akuntansi atas aset wakaf yang tidak diatur dalam Pernyataan ini mengacu pada PSAK lain yang relevan. Misalnya:
a.  Aset wakaf berupa aset tetap mengacu pada PSAK 16: Aset Tetap.
b.  Aset wakaf berupa properti investasi mengacu pada PSAK 13: Properti Investasi.
c.  Aset wakaf berupa aset takberwujud mengacu pada PSAK 19: Aset Takberwujud.
d.  Aset wakaf berupa sukuk mengacu pada PSAK 110: Akuntansi Sukuk.
e.  Aset wakaf berupa aset keuangan selain sukuk mengacu PSAK 71: Instrumen Keuangan.
 
Penerapan PSAK di atas pada aset wakaf perlu disesuaikan dengan karakteristik entitas pelaporan nazhir yang dijelaskan di paragraf 48-50.
 
Pelaporan Keuangan

48. Dana wakaf berupa aset wakaf dan liabilitas terkait yang dikelola dan dikembangkan oleh nazhir merupakan suatu entitas pelaporan. Entitas pelaporan dana wakaf (nazhir) menyajikan laporan keuangan tersendiri yang tidak dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan organisasi atau badan hukum dari nazhir.
 
49. Nazhir dapat memiliki investasi pada entitas lain dengan pengendalian, pengendalian bersama, atau pengaruh signifikan atas investee.
a.  Investasi pada entitas lain dengan pengendalian bersama atau pengaruh signifikan dicatat dengan metode ekuitas sesuai dengan PSAK 15:Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama.
b.  Investasi pada entitas lain dengan pengendalian diukur pada biaya perolehan, metode ekuitas, atau nilai wajar. Laporan keuangan entitas lain yang dikendalikan oleh nazhir tidak dikonsolidasikan dalam laporan keuangan nazhir.
 
50. Laporan keuangan nazhir yang lengkap meliputi:
a.  Laporan posisi keuangan pada akhir periode;
b.  Laporan rincian aset wakaf pada akhir periode;
c.  Laporan aktivitas selama periode;
d.  Laporan arus kas selama periode;
e.  Catatan atas laporan keuangan.

Pengaturan mengenai penyajian laporan keuangan tersebut, yang tidak diatur secara spesifik dalam Pernyataan ini, mengacu pada PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariahdan PSAK lain yang relevan.

AKUNTANSI WAKIF

51. Wakif mengakui aset wakaf yang diserahkan secara permanen kepada nazhir sebagai beban sebesar jumlah tercatat dari aset wakaf. 

52. Wakif mengakui aset wakaf yang diserahkan secara temporer kepada nazhir sebagai aset yang dibatasi penggunaannya.
 
53. Wakif tidak menghentikan pengakuan atas penyerahan aset wakaf temporer berupa kas disebabkan nazhir berkewajiban untuk mengembalikan aset tersebut kepada wakif setelah selesainya jangka waktu wakaf. 

54. Wakif mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi wakaf, tetapi tidak terbatas pada:
 
a.  Wakaf permanen:
i.  Rincian aset wakaf yang diserahkan kepada nazhir pada periode berjalan;
ii.  Peruntukan aset wakaf yang diserahkan kepada nazhir pada periode berjalan.
 
b.  Wakaf temporer:
i.  Rincian aset wakaf yang diserahkan kepada nazhir pada periode berjalan, peruntukan, dan jangka waktunya;
ii.  Penjelasan mengenai total aset wakaf temporer.
 
c.  Hubungan pihak berelasi antara wakif, nazhir, dan/atau penerima manfaat wakaf, jika ada, yang meliputi:
i.  Sifat hubungan;
ii.  Jumlah dan jenis aset wakaf temporer;
iii.  Persentase penyaluran manfaat wakaf dari total penyaluran manfaat wakaf selama periode berjalan.

TANGGAL EFEKTIF
 
55. Pernyataan ini berlaku untuk tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2021. Penerapan dini diperkenankan.
 
KETENTUAN TRANSISI
 
56. Nazhir menerapkan Pernyataan ini secara prospektif sejak awal periode sajian dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pada awal periode sajian, aset wakaf diukur ulang sesuai ketentuan dalam Pernyataan ini, selisihnya dengan jumlah tercatat diakui di aset neto sebagai dampak perubahan kebijakan akuntansi. Kemudian nazhir menerapkan pengaturan dalam Pernyataan ini;
b. Laporan keuangan sebelum periode sajian tidak disajikan kembali.

57. Wakif menerapkan Pernyataan ini secara prospektif dengan ketentuan sebagai berikut:

a.  Pada tanggal penerapan awal Pernyataan ini, wakif mengakui perbedaan antara kebijakan akuntansi sebelumnya dan pengaturan dalam Pernyataan ini di saldo laba;
b.  Saldo aset wakaf temporer disajikan di aset yang dibatasi penggunaannya sejak awal periode sajian.
 

Thursday 7 June 2018

Asas Transaksi Syariah

Melek Akuntansi. Transaksi Syariah berasaskan pada prinsip persaudaraan (ukhuwah), keadilan (‘adalah), kemaslahatan (maslahah), keseimbangan (tawazun), dan universalisme (syumuliyah).



Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling menolong. Transaksi Syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi Syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).

Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur:

a. Unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun riba fadhl (riba). Esensi riba adalah setiap tambahan pada jumlah piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjam-meminjam uang serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, seperti murabahah tangguh; dan setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang ribawi termasuk pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.

b. Unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (zalim). Esensi zalim (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau membawa kemudharatan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.

c. Unsur judi dan sikap spekulatif (maysir). Esensi maysir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).

d. Unsur ketidakjelasan (gharar). Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain:

i. tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad, baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada; 
ii. menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual; 
iii. tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa; 
iv. tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran; 
v.     tidak adanya ketegasan jenis dan obyek akad; 
vi. kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi; vii. adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau dimanipulasi dan ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.

e. Unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait (haram). Esensi haram adalah segala unsur yang dilarang secara tegas dalam Al Quran dan As Sunah.

Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan Syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi Syariah yang dianggap bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan Syariah (maqasid
syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap:
a. akidah, keimanan dan ketakwaan (dien); 
b. akal (‘aql); 
c. keturunan (nasl); 
d. jiwa dan keselamatan (nafs); dan 
e. harta benda (mal).

Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi Syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.

Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
Transaksi Syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor riil yang dilakukan secara koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaan dan nilai uang merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.


Sumber : Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS)

Monday 28 May 2018

Penghasilan Komprehensif Lain

Melek Akuntansi. Sejak diberlakukan SAK konvergensi IFRS, istilah laporan laba rugi berubah menjadi laporan laba rugi komprehensif. Ada penambahan unsur penghasilan komprehensif lain pada laporan laba rugi. 

Apa yang dimaksud dengan penghasilan komprehesif lain ?



Penghasilan komprehensif lain (other comprensif income - OCI) adalah pos - pos pendapatan dan beban yang tidak diakui dalam laba rugi sebagaimana diatur dalam SAK. 

Dapat diartikan penghasilan komprehensif lain adalah pendapatan dan beban yang belum direalisasi.

Terdapat lima komponen penghasilan komprehensif lain yaitu :
  1. Perubahan dalam surplus revaluasi aset tetap dan aset tak berwujud, karena entitas menggunakan metode revaluasi untuk satu atau lebih, kelompok aset tetapnya dan aset tak berwujud sebagaimana diatur dalam PSAK 16 Aset Tetap dan PSAK 19 Aset Tak Berwujud.
  2. Keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti, sebagaimana diatur dalam PSAK 24 Imbalan Kerja.
  3. Keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan, sebagaimana diatur dalam PSAK 10 Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing.
  4. Keuntungan dan kerugian pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai tersedia untuk dijual, sebagaimana diatur dalam PSAK 55 Instrumen Keuangan : Pengukuran dan Pengakuan. 
  5. Bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung arus kas, sebagaimana diatur dalam PSAK 55 Instrumen Keuangan  : Pengukuran dan Pengakuan.
Penghasilan komprhensif lain yang disajikan adalah penambahan dan pengurangan komponen penghasilan komprehensif lain selama periode pelaporan. Sedangkan saldo akhir dari pendpaatan komprehensif lain disajikan dalam laporan posisi keuangan.

Entitas dapat menyajikan komponen pendapatan komprehensif lain :
  1. jumlah neto dari dampak pajak terkait
  2. jumlah sebelum dampak pajak terkait disertai dengan total pajak penghasilan yang terkait dengan komponen tersebut.
Penghasilan komprehensif lain menyajikan pos-pos untuk jumlah penghasilan komprehensif lain dalam periode tahun berjalan, diklasifikasikan berdasarkan sifat dan dikelompokkan sesuai dengan SAK yang mengatur mengenai kondisi pendapatan komprehensif lain :
  1. tidak akan direklasifikasikan lebih lanjut ke laba rugi; dan
  2. akan direkalsifikasikan lebih lanjut ke laba rugi ketika kondisi tertentu dipenuhi.
Pos yang akan direklasifiaksi ke laba rugi adalah :
  • selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan dalam valuta asing
  • aset keuangan tersedia untuk dijual
  • lindung nilai arus kas
Pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi adalah :
  • keuntungan revaluasi aset
  • pengukuran kembali program pensiun imbalan pasti
  • bagian pendapatan komprehensif lain dari entitas asosiasi
Pada laporan laba rugi komprehensif, komponen penghasilan komprehsif lain disajikan setelah komponen laba tahun berjalan. 

Berikut ini contoh penyajian komponen penghasilan komprehensif lain pada laporan laba rugi komprehensif PT. PERTAMINA.





Materialitas dalam Akuntansi

Melek Akuntansi. Dalam akuntansi suatu informasi dikatakan material adalah jika kelalaian atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan. Materialitas sangat tergantung pada besar kecilnya suatu pos atau kesalahan dalam mencantumkan atau mencatat suatu informasi. Oleh karena itu materialitas merupakan ambang batas minimum suatu karakteristik kualitatif pokok harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.


Tidak ada standar khusus yang mengatur berapa besar tingkat materialitas dalam akuntansi, sebab masing-masing perusahaan memiliki volume transaksi yang berbeda-beda. Perusahaan A yang memiliki aset Rp 1 triliun pasti memiliki ambang batas materialitasnya yang lebih tinggi dari perusahaan B yang hanya memiliki aset Rp 100 miliar.

Lihat juga4 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Pertimbangan profesional seorang akuntan sangat mempengaruhi tingkat meterialitas. Pertimbangan yang digunakan bersifat kuantitatif dan kualitatif. 

Beberapa pertimbangan kuantitatif yang digunakan :
  • 5% - 10% dari laba sebelum pajak.
  • 0,5% - 1% dari total aset.
  • 1% dari liabilitas
  • 0,5% - 1% dari pendapatan bruto.
Contoh : Laba sebelum pajak Rp 100 juta, ditentukan tingkat materialitas 5%-10% dari laba sebelum pajak. Maka ambang batas materilitas adalah Rp 5 juta - Rp 10 juta. Laporan keuangan dianggap salah saji materilitas jika terdapat salah saji informsi dikisaran Rp5 juta, jika lebih kecil maka dianggap tidak material. 

Beberapa pertimbangan kualitatif diantaranya :
  • Indikasi adanya kecurangan
  • SOP yang diberlakukan
  • Perbuatan melanggar hukum
  • Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.
Pada entitas syariah, bagi hasil yang didistribusikan ke pemilik dana (shahibul maal) harus mencerminkan jumlah yang sebenarnya tanpa mempertimbangkan pelaksanaan konsep materialitas.

Thursday 24 May 2018

4 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Melek Akuntansi. Agar berguna bagi pemakainya dalam pengambilan keputusan, laporan keuangan harus memenuhi 4 karakteristik kualitatif, yakni (1) dapat dipahami (understandability), (2) relevan (relevance), (3) keandalan (realibility), dan (4) dapat dibandingkan (comparability).

Laporan keuangan yang tidak memenuhi kualifikasi empat karakteristik tersebut dapat dikatakan tidak memiliki nilai manfaat bagi pemakainya. Oleh karena itu, pemenuhan karakteristik kualitatif tersebut menjadi hal penting dalam penyusunan laporan keuangan suatu entitas. 

1. Dapat Dipahami (Understandability)

Suatu informasi akan bermanfaat jika dapat dipahami oleh penggunanya. Laporan keuangan disusun atas dasar kemudahan untuk segera dipahami oleh pengguna. Laporan keuangan tidak akan bermanfaat jika tidak dapat dipahami oleh pengguna. Oleh karena itu laporan keuangan disusun sesederhana mungkin agar dapat dipahami oleh khalayak umum, tentunya tanpa mengorbankan esensi dari informasi yang semestinya disajikan.

Untuk dapat memahami laporan keuangan dengan baik, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis serta asumsi dan konsep yang mendasari penyusunan laporan keuangan.

2. Relevan (Relevance)

Laporan keuangan dikatakan relevan jika dapat mempengaruhi pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Artinya, informasi yang disajikan pada laporan keuangan dapat membantu pengguna dalam mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan.

Lihat jugaAsumsi Dasar Penyusunan Laporan Keuangan

Jika pengguna adalah investor, maka laporan keuangan dapat membantunya dalam pengambilan keputusan apakah akan melanjutkan atau menghentikan investasinya pada suatu entitas. 

Suatu informasi apakah relevan atau tidak untuk disajikan pada laporan keuangan, sangat tergantung pada tingkat materialitasnya. Apa itu materealitas ? akan dibahas pada postingan berikutnya.

3. Keandalan (Realibility)

Arti andal adalah jika informasi pada laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan, dan kesalahan yang signifikan/material. Informasi yang disajikan sesuai dengan bukti transaksi yang terjadi, tidak dimanipulasi dan diada-adakan. 

Agar laporan keuangan dapat diandalkan hendaknya memenuhi kriteria berikut:
  • penyajian jujur (faithful representation), disajikan sesuai dengan kejadian transaksi.
  • substansi mengungguli bentuk (subtance over form), yang diutamakan substansi transaski bukan bentuk hukumnya.
  • netralitas (neutrality), disajikan untuk kebutuhan umum bukan kebutuhan pihak tertentu.
  • pertimbangan sehat (prudence), hati-hati melakukan prakiraan dalam kondisi tidakpasti.
  • kelengkapan (completeness), lengkap dalam batasan materialitas dan biaya.

4. Dapat Dibandingkan (Comparability)

Laporan keuangan yang disajikan harus dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya atau dengan entitas yang sejenis. Tujuanya adalah agar pengguna mendapatkan gambaran tentang perkembangan atau tren keuangan suatu entitas. Makanya laporan keuangan selalu disajikan komparable dengan tahun sebelumnya. 

Untuk mencapai tujuan ini, entitas harus menerapkan kebijakan akuntansi yang konsisten dari satu periode ke periode berikutnya, dan jika ada perubahan kebijakan yang disebabkan standar yang berubah, maka harus diungkapkan. 

Asumsi Dasar dalam Penyusunan Laporan Keuangan

Melek Akuntansi. Dalam penyusunan laporan keuangan tidak terlepas dari asumsi-asumsi yang digunakan. Kenapa harus menggunakan asumsi ? karena adanya ketidakpastian pada beberapa transaksi keuangan. Oleh karena itu dibutuhkan asumsi agar laporan keuangan dapat terbentuk dan bisa digunakan dalam pengambilan keputusan.


Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) yang dikeluarkan oleh IAI, dijelaskan bahwa terdapat dua asumsi yang mendasari penyusunan laporan keuangan, yaitu dasar akrual (accrual basic) dan kelangsungan usaha (going concern).

Dasar Akrual

Dasar akrual bermakna suatu transaksi atau kejadian dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya dan berdampak atas sumber daya (aset) dan kewajiban suatu entitas, bukan semata-mata berdasarkan pengeluaran atau penerimaan kas dan setara kas. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual akan menyajikan informasi keuangan masa lalu (kas yang telah diterima) dan informasi masa depan (kas yang diterima, piutang/hutang).

Contoh : 
  • Pembelian kredit harus dicatat pada saat barang diterima, bukan pada saat pelunasan. 
  • Beban listrik pada akhir periode langsung diakui sebagai beban dan hutang beban, meski belum dibayarkan.
  • Penjualan kredit harus segera diakui sebagai penjualan dan piutang pada saat barang diserahkan, meski kas baru diterima dikemudian hari.
Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual akan membuat neraca dan laba rugi menjadi lebih akurat, sebab seluruh transaksi dapat digambarkan.

Lawan dari dasar akrual adalah dasar kas (cash basis), dimana suatu transaksi dicatat berdasarkan aliran kas yang diterima atau dikeluarkan, bukan berdasarkan kejadian transaksi semata. 

Ada beberapa transaksi yang harus menggunakan dasar kas, dan tidak diperkenankan menggunakan dasar akrual, diantaranya adalah 
  • Dalam penyusunan arus kas, dimana harus berdasarkan dasar kas (cash basis). Sebab arus kas harus menggambarkan posisi kas dan setara kas secara riil pada periode tertentu.
  • Selain itu juga dalam pembagian bagi hasil kepada pemilik dana (DPK) pada entitas syariah juga harus berdasarkan pendapatan yang kas nya telah diterima, tidak diperkenankan bagi hasil dari pendapatan akrual.
Kelangsungan Usaha

Kelangsungan usaha menunjukan dalam penyusunan laporan keuangan, dalam keadaan normal entitas harus diasumsikan akan beroperasi dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Kecuali jika ada rencana entitas akan dilikuidasi atau ada indikasi entitas tidak akan bertahan lama, seperti kerugian yang cukup besar, maka asumsi kelangsungan usaha tidak berlaku.

Penerapan asumsi kelangsungan usaha dalam penyajian laporan keuangan agar laporan keuangan tidak menyesatkan pengguna informasi. 

Contoh penerapan asumsi kelangsungan usaha adalah dalam pengakuan aset tetap, dimana harga perolehan aset dikapitalisasi dan diakui sebagai aset tetap sebesar biaya historis dan disusutkan selama umur ekonomis.